BERPISAH BUKAN BERARTI JAUH
Panggilan untuk penumpang tujuan Jakarta.
Ara menghembuskan nafas, panggilan itu masih Ara dengarkan hingga
selesai. Beberapa orang yang duduk di ruang tunggu mulai bergegas menuju
pesawat. Beberapa menit lagi Ara akan meninggalkan tempat ini.
Ara adalah seorang gadis yang baru lulus SMA. Setelah dinyatakan gagal
pada SNMPTN tertulis dan undangan, keluarganya menyuruh dia untuk melanjutkan
kuliah di Jawa, tepatnya di Solo. Rencananya dia akan tinggal bersama pamanya
di Klaten. Kini Ara akan terbang menuju Jakarta lalu transit menuju Jogjakarta.
Ara memasuki kabin pesawat dengan malas. Sambil sesekali melihat kursi
penumpang, Ara duduk di 15E. Ketika sedang mencari tempat duduk, Ara dikegetkan
oleh pramugari. Senyum khas seorang pramugari menghiasi wajahnya. Tubuhnya
lebih tinggi dari Ara. Ara hanya menunjukan tiket pesawat dan dengan senyum
ramahnya dia membantu Ara mencarikan tempat duduk. Ara langsung duduk setelah
meletakkan tas ransel di bagasi kabin. Ara sesekali melihat keluar jendela,
menyaksikan tanah Riau untuk terakhir kalinya. Ara memang akan kembali lagi,
tapi tidak tahu kapan.
“Permisi!” Ucap seorang laki-laki
mengagetkan Ara. Ara lalu memberi dia
jalan. Posisi duduk Ara memang di tengah, sehingga Ara harus memberi laki-laki
jalan untuk lewat.
“Ke Jakarta juga?” Ucapnya lagi.
“Bukan. Nanti transit di Jakarta, tujuanku Jogjakarta.” Jawab Ara kemudian
diam. Sementara lelaki itu langsung membaca majalah yang dia bawa. Dia juga
membawa tas ransel, tetapi tidak di letakkan di bagasi kabin, ukurannya memang
kecil, sehingga tidak memakan banyak tempat.
Penerbangan menuju Jakarta akan menghabisakan
waktu 50 menit.
50 menit, Ara melihat jam tangannya.Jam menunjukkan pukul 12 lebih 5 menit. Jam satu nanti Ara akan tiba di
Jakarta. Ara lalu meraih ponsel dan mengirim pesan singkat lalu mematikannya. Ara
juga memasang sabuk pengaman dan bersiap untuk terbang ke Jakarta.
***
Sebuah taman dengan hamparan rumput
hijau. Beberapa pohon besar juga tampak, di bawah pohon ada kursi yang bisa
dipakai untuk dua orang. Sebuah kolam dengan air mancur berada di tengah-tengah
taman, di sekitar kolam ada kursi yang menghadap ke air mancur. Meski matahari
tengah terik-teriknya, tapi suasana taman yang lebih didominasi pohon besar membuat
sinar matahari tidak terlalu terik. Di salah satu kursi ada 2 orang yang tengah
berbicang sambil membawa minuman.
“Aku bingung, kenapa Ara mau kuliah
sampai ke Jawa, padahal kualitas di sini juga bagus.” Ucap sang perempuan
sambil meminum minuman yang dibawanya.
“Tahu sendiri, keluarganya kan lebih
mengerti masalah kualitas pendidikan. Lagian di Jawa juga punya keluarga.
Abanganya dua-duanya juga lulusan sana.”
“Tahu, tapi kan jadi jauh.”
“Jauh? Dekat lagi, naik pesawat 2
sampai 3 jam sampai.”
“Naik pesawat butuh ongkos besar,
beda kalau cuma Kerinci-Pekanbaru.”
Mereka adalah sahabat Ara, Mimi dan
Rian. Ara dan Mimi bertemu saat kelas 2 SMA, sementara Rian, mereka bertemu
saat ada turnamen basket di sekolah Ara dan Mimi. Mereka menjadi akrab karena
sering bertemu dan berkumpul bersama. Sekarang mereka harus berpisah dengan
Ara, karena Ara akan melanjutkan kuliah di Jawa.
“Ara mengirim pesan singkat, katanya
dia lagi mau terbang ke Jakarta.”
“Dia sendiri?” Tanya Mimi.
“Iya. Katanya disana udah ada yang
mau membantu dia mengurus masalah kuliah.”
***
Ara telah tiba di rumah pamannya
pukul 8 malam. Setelah sedikit berbincang-bincang dengan paman dan bibinya. Ara
lalu istirahat karena perjalanan setengah hari tadi, telah membuat badannya
terasa lelah.
Pagi hari, Ara lalu bersiap untuk
menuju rumah Gunawan, orang yang telah berjanji menemani dia untuk membantu
mengurus masalah pendaftaran kuliah hingga mencari kost. Ara memang berencana
kost, meski jarak Klaten-Solo tidak sampai satu jam, tapi karena ayahnya yang
menyuruhnya, dia lalu menyanggupinya.
Setiba di rumah Awan, sapaan
akrabnya. Ara hanya menunggu sebentar sebelum akhirnya pergi untuk mendaftar
kuliah di Solo. Selama di jalan, Awan banyak bercerita tentang tempat-tempat
yang dijumpai di jalan. Memang tidak banyak yang dibicarakan karena kami pergi
ke Solo menggunakan motor, sehingga Awan harus konsentrasi mengendarai
motornya.
Setiba di kampus, Ara langsung
mendaftar dan mengikuti beberapa tes, hingga akhirnya diterima. Meski belum resmi
karena belum daftar ulang, tapi setidaknya membuat Ara sedikit senang.
Berselang satu hari setelah mendaftar dan dinyatakan lulus, Ara lalu mendaftar
ulang. Setelah daftar ulang dan ditemani Awan, Ara lalu mencari tempat kost.
***
Sebuah kamar dengan warna biru
dominan, di salah satu dinding terlihat beberapa foto ukuran 2R berpajang
dengan posisi yang dibuat berantakan. Foto itu adalah foto Mimi dan Ara, foto
ketika masih SMA, bahkan foto ketika pengumuman kelulusan pun ada. Foto dengan
baju putih abu-abu yang penuh dengan tanda tangan, senyum mereka terpancar
dengan gembira sambil kedua tangan saling merangkul, tidak ketinggalan seorang
laki-laki yang menghabisakan banyak waktu dengan Mimi dan Ara, dia adalah Rian.
Meski Rian berbeda sekolah Mimi dan Ara, tapi banyak waktu yang mereka habiskan
bersama. Mimi meraih salah satu foto.
“Sekarang kita harus jalan
sendiri-sendiri. Aku di sini dan kamu di sana. Tapi semoga kita tetap bisa
dekat.” Ucap Mimi sambil menatap fotonya bersama Ara. Mimi masih ingat
bagaimana foto itu diambil, foto yang masih memakai seragam sekolah dengan
latar air mancur. Foto itu Rian yang mengabadikan. Dalam foto itu, Mimi dan Ara
saling beradu punggung tapi kedua tangan mereka menyatu membentuk huruf love,
tidak ketinggalan senyum dari kedua wajah belia itu.
Sementara di kamar lain, Ara sedang
mamandang foto, foto dia, Mimi dan Rian. Di dalam foto itu wajah Ara penuh
dengan mentega dari kue tart, sementara pipi Mimi yang bagian kiri, juga
terkena kue tart karena posisi pipi mereka bersatu sementara di belakang kedua
gadis itu, Rian. Rian tengah memegang pundak kedua sahabatnya. Foto itu diambil
saat ulang tahun Ara yang ke 16 tahun. Saat itu Mimi datang membawa kue lengkap
dengan lilin, semetara Rian, tengah menuntun Ara duduk di sebuah kursi karena
saat itu mata Ara ditutup dengan slayer berwarna hijau muda. Mereka merayakan
ulang tahun Ara di rumah Rian.
“Kangen, kumpul bareng kalian.
Padahal baru beberapa hari di sini.” Ucap Ara sambil menaruh foto yang dipandangnya
cukup lama ke dalam sebuah buku. Foto itu Ara jadikan sebagai membatas buku. Ara
lalu membaca buku.
***
“Memang sulit, kalau harus
meninggalkan kehidupan yang sudah lama bersama kita. Lingkungan yang telah
akrab dengan kita. Teman-teman yang sudah dekat seperti keluarga sendiri.
Bahkan kalau harus berpisah dengan kedua orang tua yang biasanya selalu ada
saat kita membutuhkannya. Tapi perginya kamu meninggalkan mereka semua bukan
tanpa alasan. Kamu ingin meraih apa yang kamu inginkan, hingga nantinya akan
membuat orang yang kamu tinggalkan merasa bangga denganmu. Lagi pula meskipun
jauh, masih ada handphone untuk menelfon. Jadi tetap merasa dekat. Berpisah
masih bisa tetap dekat beda dengan zaman dulu belum ada telefon.” Panjang lebar
seorang laki-laki yang berumur 40 tahun itu menasehatiku, dia adalah pamanku.
“Kamu tidak perlu memaksa harus
lulus 4 tahun, yang penting kamu lulus dengan nilai yang memuaskan, meskipun
harus lebih dari 4 tahun. Jadikan orang-orang yang kamu tinggalkan itu sebagai
motivasi, bahwa ini yang harus kamu jalani sebelum akhirnya bertemu kembali
dengan mereka. Percuma jauh-jauh sampai ke Jawa, kalau ternyata apa yang
didapat di sini sama dengan apa yang dulu pernah kamu dapat di Riau. Banyak hal
baru yang bisa didapat di sini, itu nantinya yang akan kamu berikan kepada
mereka sebagai hadiah perginya kamu ke sini.” Lanjut paman.
“Iya, Paman! Aku akan mengingat kata-kata paman.” Ucap Ara sambil
mengangguk-angguk tanda mengerti. Ara membenar kata paman, banyak hal baru yang
akan dia dapat di sini, dia bisa berbagi dengan Mimi dan Rian nanti. Meskipus
sekarang harus berpisah tapi Ara menginginkan perpisahan ini akan membuat
mereka semakin dekat bukan malah membuat jauh.
Setelah cukup lama berbicang dengan pamannya, Ara lalu masuk ke kamar
untuk istirahat. Sebelum tidur dia meraih ponsel dan mengirim pesan singkat
untuk kedua sahabatnya.
aku akan mengejar apa yang aku
inginkan di sini, setelah semua selesai, setelah lulus kuliah nanti, akan
kembali bersama kalian lagi kita bangun apa kita rencanakan dulu. Miss you, my
friends!!!!
Setelah mengirim pesan itu, Ara lalu
tidur dan mencoba memimpikan apa yang pernah dia dan kedua sahabatnya
rencanakan dulu. Ara ingin menjadi seorang guru dengan mencoba untuk menjadi
penulis, sementara Mimi ingin menjadi seorang sekretaris sambil mencoba untuk
membuka toko buku dan Rian ingin menjadi ahli keuangan sambil terus mengasah
keahliannya dalam komputer, ia ingin menjadi seorang editor atau illustrator.
Kalau disatukan, Ara yang menulis buku, Rian yang menjadi editornya dan Mimi
yang akan menjualnya. Sebuah impian konyol tapi memang memiliki satu kesatuan.
-Klaten, 6 Mei 2012-
Komentar
Posting Komentar